Pada zaman Pemerintahan Belanda di Indonesia, desa kecil ini pun tidak ketinggalan untuk ditempati oleh si Bule. Tahun 1908; pertamanya Belanda masuk ke Kutacane, ketika itu Kutacane masih merupakan sebuah desa kecil bernama Pasir Gala dan Pemerintah Belanda sendiri bertempat tinggal di Kutarih.
Tahun 1920 dengan pertimbangan tertentu oleh Pemerintah Belanda, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pasir Gala, oleh pendatang dan penduduk mulai mendirikan rumah dan warung-warung di sekitar pusat pemerintahan Belanda [yang baru] ini; akhirnya menjadi sebuah kota kecil yang disebut Kutacane. [Pusat Pemerintah Belanda di Kutarih kemudian dinamakan sebagai Kutacane Lama].
Berakhirnya Pemerintah Kolonial Belanda, diganti oleh saudara tua kita Dai Nippon; Kutacane tidak berubah dan sampai kekuasaan Pemerintahan Jepang berakhir, Kutacane dipimpin oleh seorang kepala kampung.
Pada zaman revolusi fisik, Aceh sebagai daerah modal tidak mampu diduduki oleh tentara Belanda/NICA, Kutacane sebagai kota kecil yang terdekat dengan daerah pertempuran menjadi tempat pelarian yang sangat aman bagi pengungsi-pengungsi dari Sumatera Timur (Sumatera Utara sekarang). Kutacane semakin ramai dan berkembang dari segi kependudukan. Demi kelanjutan hidup mereka, pendatang-pendatang baru mulai membuka hutan lebat menjadi ladang-ladang dan daerah sepanjang Lawe Alas dan Lawe Bulan sebagai daerah persawahan.
Tanah yang subur diiringi kerja keras, Kutacane dan daerah di sekitarnya sudah berkembang menjadi daerah surplus beras. Revolusi fisik berakhir, hubungan dagang dengan Sumatera Utara lancar.
Faktor komunikasi yang sangat buruk dengan daerah Aceh lainnya, terutama tetangga dekat, Takengon, sebagai ibukota Kabupaten Aceh Tengah (saat itu Aceh Tenggara termasuk Aceh Tengah), maka demi lancarnya roda pemerintahan, di bekas Kewedanaan Tanah Alas dan Gayo Lues tersebut terbentuklah Perwakilan Kabupaten Aceh Tengah di Kutacane. Saat itu Kutacane masih dipimpin oleh seorang kepala kampung yang tunduk pada administrasi Pemerintahan Kecamatan Bambel yang ibukotanya Bambel. Perkembangan Kutacane dengan aktivitas-aktivitas yang ada semakin tidak mampu diurus oleh seorang berpangkat kepala kampung, untuk ini pada tahun 1966 dibentuklah kecamatan Babussalam dengan ibukotanya Kutacane.
[Dikutip dari: “Rencana Kota Kutacane” terbitan Unit Perencanaan Daerah Istimewa Aceh, Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, 1976].
Tahun 1920 dengan pertimbangan tertentu oleh Pemerintah Belanda, pusat pemerintahan dipindahkan ke Pasir Gala, oleh pendatang dan penduduk mulai mendirikan rumah dan warung-warung di sekitar pusat pemerintahan Belanda [yang baru] ini; akhirnya menjadi sebuah kota kecil yang disebut Kutacane. [Pusat Pemerintah Belanda di Kutarih kemudian dinamakan sebagai Kutacane Lama].
Berakhirnya Pemerintah Kolonial Belanda, diganti oleh saudara tua kita Dai Nippon; Kutacane tidak berubah dan sampai kekuasaan Pemerintahan Jepang berakhir, Kutacane dipimpin oleh seorang kepala kampung.
Pada zaman revolusi fisik, Aceh sebagai daerah modal tidak mampu diduduki oleh tentara Belanda/NICA, Kutacane sebagai kota kecil yang terdekat dengan daerah pertempuran menjadi tempat pelarian yang sangat aman bagi pengungsi-pengungsi dari Sumatera Timur (Sumatera Utara sekarang). Kutacane semakin ramai dan berkembang dari segi kependudukan. Demi kelanjutan hidup mereka, pendatang-pendatang baru mulai membuka hutan lebat menjadi ladang-ladang dan daerah sepanjang Lawe Alas dan Lawe Bulan sebagai daerah persawahan.
Tanah yang subur diiringi kerja keras, Kutacane dan daerah di sekitarnya sudah berkembang menjadi daerah surplus beras. Revolusi fisik berakhir, hubungan dagang dengan Sumatera Utara lancar.
Faktor komunikasi yang sangat buruk dengan daerah Aceh lainnya, terutama tetangga dekat, Takengon, sebagai ibukota Kabupaten Aceh Tengah (saat itu Aceh Tenggara termasuk Aceh Tengah), maka demi lancarnya roda pemerintahan, di bekas Kewedanaan Tanah Alas dan Gayo Lues tersebut terbentuklah Perwakilan Kabupaten Aceh Tengah di Kutacane. Saat itu Kutacane masih dipimpin oleh seorang kepala kampung yang tunduk pada administrasi Pemerintahan Kecamatan Bambel yang ibukotanya Bambel. Perkembangan Kutacane dengan aktivitas-aktivitas yang ada semakin tidak mampu diurus oleh seorang berpangkat kepala kampung, untuk ini pada tahun 1966 dibentuklah kecamatan Babussalam dengan ibukotanya Kutacane.
[Dikutip dari: “Rencana Kota Kutacane” terbitan Unit Perencanaan Daerah Istimewa Aceh, Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik, 1976].
Setau saya belanda pertama kali masuk ke aceh tenggara tahun 1904,
BalasHapusdalam pasukan marsose
Yang saya tahu suku batak toba dibawa oleh belanda ke tanah alas untuk menyebarkan agama kristen, tetapi misi ini gagal karena sifat dan watak suku alas tidak mudah goyah akan pengaruh yang masuk dari luar...........
Hapusuntuk komentar diatas saya, darimana sumber anda dapatkan saya penasaaran atas komentar anda.
HapusDIBUTUHKAN SEGERA/LOWONGAN KERJA
BalasHapuskAMI MEMBUTUHKAN KARYAWAN L/P YANG ENERGIK, BERWAWASAN, JUJUR, TELITI, DAN MEMPUNYAI SAKAP YANG TERPUJI SEBAGAI operator komputer yang handal, ditempatkan di Kotacane - Aceh Tenggara.
Syarat :Minimal SLTA, menguasai office dengan baik.
yang berminat dan serius : KIRIMKAN BIODATA DAN PAS PHOTO UKURAN 4 X 6
VIA EMAIL : sanova.ktc@gmail.com
Terima kasih..
yang memenuhi syarat akan kami panggil seccepatnya lewat email.
hallooooo, gak salah tuh komentarnya.......alias ngawuur kaliyaa...
HapusSaya baru tau kalo kutacane berasal dari aceh
BalasHapusKUTACANE CITY 2014 http://www.youtube.com/watch?v=YwRyxeDiflI
BalasHapususul, biar pokok pembahasan lebih terarah coba di buatkan topik pembahasan nya.thanks
BalasHapusSudah lama tidak pulang ke kampung halaman.. nice sharee
BalasHapus