"Katanya ayah sudah sampai di rumah sakit. Rumah
sakit mana? Ayo ke sana," kata Sylvana Aisya (9) sambil terisak,
sementara tangannya menarik tangan Herman, pamannya. Kakek, nenek,
paman, bibi, dan keluarga Aisya saat itu tenggelam dalam isak tangis.
Aisya adalah anak dari pasangan dr Suhelman (anggota DPRD Kabupaten
Aceh Tenggara) dan dr Juli D. Keduanya tewas bersama 16 korban lain yang
berada di pesawat CASA 212-200.
Aisya bersama sekitar 50 anggota
keluarga korban lainnya yang sejak pagi menungu di posko evakuasi di
Bahorok, Langkat, terguncang setelah mendengar kabar bahwa tidak ada
penumpang atau awak pesawat yang selamat. Sebagian keluarga korban
berteriak menolak kenyataan.
"Keluargaku mati karena kalian tidak
segera menolong. Tadi malam aku masih bisa menelepon dia, mengapa
sekarang sudah mati," kata Julimar, salah satu keluarga korban, di
hadapan petugas.
Mencari sendiri
Para
keluarga korban sudah tiga hari ini mendatangi Bahorok, tempat pusat
informasi seputar perkembangan jatuhnya pesawat buatan PT Dirgantara
Indonesia tahun 1987 itu. Mereka datang dari Medan, Binjai, dan bahkan
Aceh Tenggara dengan upaya dan biaya sendiri. Mereka rela tidur di rumah
warga di sekitar posko evakuasi agar bisa segera mengetahui kabar
terkini.
Setiap pagi, para keluarga korban mencari tahu informasi
terbaru dengan mendatangi posko, bertanya kepada tentara, bahkan kepada
warga. Sejak hari pertama, informasi keberadaan pesawat belum jelas.
Sebagian mengatakan di dekat Desa Lau Sekelem, sementara informasi
lainnya mengatakan pesawat berada tak jauh dari Desa Lau Landak.
Sane
Sami (51) dan Silwa (4) memutuskan untuk menyewa sepeda motor warga
untuk mengetahui langsung keberadaan pesawat. Mereka ingin segera tahu
nasib keluarganya yang menumpang CASA 212. Sejam setelah membelah jalan
setapak di tengah perkebunan sawit dan karet, mereka menyerah dan
kembali ke perkampungan. Cuaca yang buruk membuat mereka patah arang.
Pada
hari kedua, ketika belum juga ada kepastian, keluarga Suhelman menempuh
jalan serupa. Mereka membentuk tim dengan melibatkan warga setempat
sebagai petunjuk jalan. Berbekal informasi yang belum jelas, mereka
berjalan menuju perbukitan di tengah hutan Taman Nasional Gunung Leuser
untuk menjangkau pesawat CASA yang dipiloti Kapten Famal Ishak itu.
"Lebih
baik kami sendiri yang memastikan ketidakjelasan itu daripada
bergantung kepada pihak lain," kata Bukhari, keluarga Suhelman. Setelah
enam jam berjalan kaki dari siang hingga menjelang gelap, mereka kembali
pulang. Bekal mereka habis, sementara kondisi hutan yang dipenuhi
lembah dan perbukitan itu tak mungkin dilalui pada malam hari.
Menurut
perhitungan penjelajah, butuh waktu dua sampai tiga hari untuk
menjangkau lokasi pesawat. Hutan ini memiliki ketinggian 600 meter
hingga 1.500 meter di atas permukaan laut. Kontur tanahnya berbukit dan
berlembah. Tegakan pohon-pohonnya sangat rapat sehingga dedaunan pohon
membentuk kanopi yang menyulitkan sinar matahari menerobos. Pun, tak ada
jalur yang pernah dilalui manusia. "Harus membuat jalur sendiri," kata
pencinta rimba, Dedy Zulkifli (32).
Upaya lain ditempuh Mita
Prasetyorini di posko Disater Victim Identification Sumatera Bagian
Utara di Bahorok untuk mencari tahu kabar suami dan anaknya: Andy Railan
Mattalata (37) dan Ahmad Arif (2). Dia memberikan semua ciri-ciri fisik
orang-orang yang disayanginya itu. Keluarga korban berharap dan bahkan
yakin penumpang pesawat masih hidup.
Mereka ikut senang ketika
tim evakuasi memberikan kabar posisi persis pesawat jatuh. Keluarga
korban lantas berkumpul di lapangan SMPN 1 Bahorok untuk menggelar doa
bersama dan saling menguatkan.
Penantian itu akhirnya terjawab:
tak ada penumpang yang selamat. Tim evakuasi tidak bisa berbuat banyak
atas fakta itu. "Kami akan berusaha secepat mungkin membawa jenazah
pulang," kata Direktur Operasi dan Pelatihan Badan SAR Nasional Marsekal
Pertama TNI AL Sunarbowo Sandi di Bahorok.
Tangis pun pecah, duka mendalam. Selamat jalan orang-orang tercinta....
sumber : http://regional.kompas.com/read/2011/10/01/22325768/Ketidakpastian.Itu.Terjawab.oleh.Kabar.Duka.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar